Tingkat Perceraian Indonesia Terus Meningkat, ada apa?

Menjalani sebuah hubungan rumah tangga tentu akan menemui banyak masalah dan tantangan. Ada berbagai masalah kecil yang bisa berkembang menjadi masalah besar. Jika sudah tidak bisa diatasi maka banyak pasangan yang memilih jalan keluarnya dengan bercerai. Ini merupakan solusi akhir untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan.

Mengutip laporan Forbes Advisor, sebagian besar orang kemungkinan mengira bahwa alasan utama perceraian adalah masalah finansial. Namun ternyata, konflik terbesar pertama yang dihadapi pasangan yang bercerai bukanlah uang.

Pada tahun 2024, angka perceraian di Indonesia cukup memprihatinkan. Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung mencatat ada 446.359 kasus perceraian.

Jumlah ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Pada 2023, angka perceraian ada 408.347 kasus.

Pada periode yang sama, jumlah perkawinan yang dicatat oleh Ditjen Bimas Islam Kemenag pada 2024 ada 1.478.424 pencatatan nikah. Jumlah ini juga mengalami penurunan drastis, yang di mana pada 2023 tercatat 1.577.493 orang yang melakukan pernikahan.

Menag menilai bahwa sudah saatnya Undang-Undang Perkawinan tidak hanya fokus pada aspek legalitas pernikahan. Tetapi juga menggarisbawahi pentingnya pelestarian perkawinan sebagai fondasi perlindungan keluarga dan investasi bagi masa depan bangsa.

Lebih lanjut, Menag menyoroti peran krusial mediasi dalam mencegah terjadinya perceraian. Ia bahkan merekomendasikan 11 strategi mediasi yang dapat diimplementasikan oleh BP4 untuk memperkuat upaya menjaga keutuhan rumah tangga.

Berikut adalah 11 strategi mediasi yang diusulkan Menag untuk BP4:

1. Memperluas peran mediasi kepada pasangan pra-nikah dan usia matang yang belum menikah.
2. Proaktif mendorong pasangan muda untuk menikah.
3. Berperan sebagai “makcomblang” atau perantara jodoh.
4. Melakukan mediasi pascaperceraian untuk mencegah anak terlantar.
5. Menjadi mediator dalam konflik antara menantu dan mertua.
6. Bekerja sama dengan peradilan agama agar tidak mudah memutus perkara cerai.
7. Memediasi pasangan nikah siri untuk melakukan isbat nikah.
8. Menjadi penengah dalam permasalahan yang menghambat proses pernikahan di KUA.
9. Melakukan mediasi terhadap individu yang berpotensi selingkuh.
10. Menginisiasi program nikah massal agar masyarakat tidak terbebani biaya. 11. Menjalin koordinasi dengan lembaga pemerintah yang mengelola program gizi dan pendidikan agar anak-anak mendapat perhatian yang layak.

Selain itu, Menag juga mengusulkan agar BP4 memiliki peran formal dalam proses perceraian melalui surat keputusan Mahkamah Agung. Ia juga mendorong penguatan kelembagaan BP4 hingga ke tingkat daerah agar jangkauan pembinaan dan pelestarian perkawinan semakin luas.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kemenag, Abu Rokhmad, menyambut positif usulan Menteri Agama tersebut. Ia mengakui bahwa tantangan yang dihadapi keluarga Indonesia saat ini semakin kompleks, mulai dari tingginya angka perceraian hingga rendahnya pemahaman tentang perkawinan.

menurut CNBC Indonesia, berikut adalah daftar penyebab perceraian menurut studi:

1. Kurangnya dukungan dari keluarga (43 persen)

2. Perselingkuhan atau hubungan di luar pernikahan (34 persen)

3. Ketidakcocokan (31 persen)

4. Kurangnya kedekatan (31 persen)

5. Terlalu banyak konflik atau pertengkaran (31 persen)

6. Stres keuangan (24 persen)

7. Kurangnya komitmen (23 persen)

8. Perbedaan dalam pendekatan sebagai orang tua (20 persen)

9. Menikah terlalu muda (10 persen)

10. Nilai atau moral yang bertentangan (6 persen)

11. Penyalahgunaan zat (3 persen)

12. Kekerasan dalam rumah tangga secara fisik dan/atau emosional (3 persen)

13. Gaya hidup yang berbeda (1 persen)

Redaksi Sigernesia

Tinggalkan komentar

Quote of the week

“Pekerjaan-pekerjaan kecil yang selesai dilakukan, lebih baik daripada rencana-rencana besar yang hanya didiskusikan.” – Peter Marshall