Jakarta – Topik berapa banyak anak yang ingin dimiliki pasangan kini menjadi semakin penting di banyak negara, terutama dengan tren penurunan angka kelahiran. Indonesia masih berada di posisi yang relatif moderat dalam hal fertilitas, tapi sejumlah negara (khususnya di kawasan maju) sudah jauh di bawah tingkat penggantian (“replacement rate”) yang dianggap diperlukan untuk mempertahankan jumlah penduduk yang stabil. Berikut fakta, perbandingan, dan implikasi dari fenomena ini.
Fakta Fertilitas di Indonesia
- Tingkat fertilitas (TFR) Indonesia saat ini berkisar sekitar 2,188 anak per wanita pada 2025. Sumber : Macrotrends+1
- Angka ini sedikit di atas atau mendekati level penggantian (replacement level) yang umumnya ditetapkan sekitar 2,1 anak per wanita, yaitu jumlah rata-rata anak yang diperlukan agar populasi bisa stabil tanpa migrasi. Sumber : ANTARA News+2CIA+2
- Ada kecenderungan penurunan fertilitas di Indonesia. Beberapa provinsi juga menunjukkan angka fertilitas lebih tinggi dibanding rata-nasional, tapi tren secara keseluruhan adalah menurun. Sumber : BPS Sulawesi Tenggara+2Macrotrends+2
- Proyeksi pemerintah dan lembaga terkait menyebutkan bahwa pada tahun 2045, populasi Indonesia bisa mencapai sekitar 324 juta jiwa, dengan tingkat fertilitas yang menurun menjadi sekitar antara 1,9 hingga 2,0 dalam beberapa skenario. Sumber : Jakarta Globe+1
Perbandingan dengan Negara-negara Berkembang Tingkat Kelahiran Rendah
Beberapa negara telah mengalami fertilitas yang jauh di bawah tingkat penggantian, dan menghadapi konsekuensi sosial dan ekonomi. Berikut beberapa contoh:
| Negara / Kawasan | TFR Terkini / Sekitar Tahun Terakhir | Beberapa Tantangan & Faktor Penyebab |
|---|---|---|
| Jepang | Sekitar 1,15 anak per wanita; kelahiran menurun secara terus-menerus, dan pada 2024 jumlah kelahiran jatuh ke level terendah dalam lebih dari satu abad. The Guardian | Biaya hidup tinggi, biaya pendidikan, ketidakpastian pekerjaan, pernikahan & keluarga ditunda, tantangan gender terutama soal pembagian peran rumah tangga. |
| Korea Selatan | TFR sekitar 0,72-0,75 anak per wanita; ada sedikit peningkatan pada kelahiran dalam satu tahun terakhir tapi tetap jauh di bawah penggantian. AP News | Sama: tekanan ekonomi, tingginya biaya pendidikan & perumahan, beban pekerjaan & karier, rendahnya insentif berkeluarga. |
| Singapura, Italia, Spanyol, sebagian negara OECD | TFR rata-rata di kisaran 1,1-1,4 anak per wanita, beberapa negara bahkan lebih rendah. OECD+2godsplanforlife.org+2 | Urbanisasi, karier wanita, perubahan nilai budaya, kebijakan pajak dan insentif beranak kurang kuat, biaya hidup dan perumahan tinggi, beban ekonomi & sosial pada orang tua. |
Perbandingan Tantangan Mengapa Memiliki Anak di Indonesia vs Negara dengan Kelahiran Rendah
| Aspek | Indonesia | Negara Kelahiran Rendah |
|---|---|---|
| Kenyamanan Ekonomi / Biaya Hidup | Biaya hidup naik, tapi masih banyak wilayah dengan biaya relatif lebih rendah dibanding negara maju. Pengeluaran pendidikan & kesehatan menjadi isu. | Biaya besar untuk pendidikan, rumah, pengasuhan, sering menjadi penghambat utama untuk pasangan muda. |
| Peran Wanita dan Karier | Partisipasi wanita meningkat, tapi masih menghadapi tantangan peran rumah tangga, cuti melahirkan, dukungan sosial. | Tantangan lebih besar: kesenjangan gender dalam pekerjaan & tanggung jawab domestik, pekerjaan tidak fleksibel, tekanan untuk memilih karier atau beranak. |
| Nilai Budaya dan Sosial | Keluarga tradisional dan nilai besar pada anak masih kuat di banyak daerah. Pengaruh agama, budaya punya peran. | Di banyak negara maju, nilai terhadap independensi, karier, gaya hidup menjadi lebih dominan, ada pergeseran budaya ke arah “later marriage, fewer children”. |
| Kebijakan Pemerintah | Program KB sudah lama, dan pemerintah menyatakan ingin menjaga TFR agar tidak jatuh jauh di bawah penggantian; ada proyeksi & skenario demografi. ANTARA News+2Jakarta Globe+2 | Banyak negara mengeluarkan insentif (tunjangan anak, subsidi, cuti orang tua, layanan penitipan anak), tapi hasilnya beragam dan belum selalu berhasil mengubah tren dengan cepat. |
| Proyeksi Demografi / Penuaan | Indonesia diperkirakan memasuki fase “masyarakat menua” (aging society) dalam beberapa dekade mendatang bila fertilitas terus menurun. J-STAGE+1 | Penuaan populasi lebih cepat terjadi; tekanan pada sistem pensiun, kebutuhan layanan kesehatan usia lanjut meningkat drastis; populasi usia produktif menyusut. |
Implikasi dan Harapan
- Bila TFR Indonesia terus menurun menuju atau di bawah tingkat replacement, maka dalam beberapa dekade ke depan, beban demografi (dependency ratio, dukungan sosial untuk lansia) akan meningkat.
- Kestabilan populasi sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang mendukung keluarga: subsidi anak, keringanan pajak, kebijakan perumahan, kemudahan akses layanan kesehatan & pendidikan, fleksibilitas kerja, cuti orang tua, dan pengasuhan anak yang terjangkau.
- Budaya & nilai juga penting: stabilitas pernikahan, kemauan berkomitmen, persepsi tentang biaya & tanggung jawab dalam keluarga.
- Pemerintah Indonesia sudah membuat proyeksi dengan berbagai skenario fertilitas dan menyusun kebijakan untuk mengantisipasi perubahan demografi. Harapannya, dengan kebijakan yang tepat, penurunan fertilitas bisa dikendalikan agar tidak terlalu cepat dan memiliki dampak negatif yang besar.
Kesimpulan
- Indonesia masih memiliki fertilitas di atas banyak negara maju yang mengalami baby bust (kelahiran sangat rendah), namun tren penurunan sudah jelas.
- Negara dengan tingkat kelahiran rendah memperlihatkan bahwa faktor ekonomi, sosial, budaya, dan kebijakan sangat menentukan keputusan pasangan untuk memiliki anak.
- Tantangan besar di depan adalah menjaga keseimbangan antara keinginan individual dan kebutuhan sosial ekonomi negara, agar memiliki anak tetap menjadi sesuatu yang feasible dan didukung oleh sistem (pemerintah & masyarakat).
Dibuat Oleh AI dan Redaksi Sigernesia

Tinggalkan komentar